Ternyata Cathinone Sudah Tertuang di UU Narkotika, Bukan Zat Baru
Ternyata Cathinone Sudah Tertuang di UU Narkotika, Bukan Zat Baru - Beberapa pihak mengatakan zat baru yang mencuat dalam kasus Raffi cs, Cathinone belum diatur di Indonesia. Namun UU No 35/2009 menyebutnya sebagai narkotika golongan I, pengedarnya bisa diancam hukuman mati.
Mantan Ketua Pansus UU Narkotika Prof Dr Sudigdo Adi SpKK menegaskan bahwa zat chatinone sama dengan Katinona yang ada dalam UU 35/2009 tentang Narkotika. Zat itu adalah zat lama karena sudah diketahui susunan kimianya.
"Sama," tegas Prof Dr Sudigdo Adi, SpKK yang menyusun UU Narkotika ini ketika ditanya apakah sama zat cathinone yang disebutkan BNN dengan katinona di UU Narkotika, dihubungi detikcom, Selasa (29/1/2013) malam.
Cathinone, atau dalam Bahasa Indonesia disebut Katinona digolongkan sebagai narkotika golongan I yang hanya boleh dipakai untuk keperluan riset. Untuk keperluan medis sekalipun, narkotika golongan ini tidak diizinkan, apalagi untuk keperluan rekreasional.
"Dulu banyak pertimbangan waktu di dalam pansus ada beberapa obat sebenarnya tak dimasukkan. Namun dengan pertimbangan dari anggota DPR yang lain, termasuk derivatnya, dan pertimbangan-pertimbangan dari anggota DPR yang lain dimasukkan ke golongan yang dilarang," jelas dia.
Pansus UU Narkotika saat itu dalam menggolongkan narkotika dari golongan I hingga golongan III, merujuk pada konvensi WHO tentang daftar barang-barang psikotropika, kemudian dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) serta dari Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes. Dari situ kemudian terjadi perdebatan di antara anggota pansus. Sudigdo mencontohkan ganja, ada yang menganggap tak berbahaya, ada yang menganggap berbahaya. Alasannya macam-macam, setuju atau tidak setuju dianggap golongan I, ternyata tergantung hukum di antara masing-masing anggota WHO.
"Karena zat aktifnya merusak saraf pusat lama-lama. Kalau sekali nggak apa-apa, kalau sudah kronik, berkali-kali lama-lama nggak bisa disembuhkan orangnya. Sebagai dokter kan waktu itu lebih baik prevent (mencegah) daripada nanti mengobati bila telanjur kena," jelas guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) ini.
Ancaman Hukum Bagi Pengedar Chatinone (Katinona)
Ancaman hukuman atas kepemilikan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman berkisar antara 4 tahun hingga 12 (dua belas) tahun serta denda antara Rp 800 juta hingga Rp 8 miliar. Sanksi serupa juga berlaku bagi yang menyimpan tidak dalam bentuk tanaman.
Dalam bentuk tanaman, kepemilikan lebih dari 1 kg atau lebih dari 5 batang pohon bahkan bisa diancam dengan hukuman seumur hidup. Sedangkan dalam bentuk bukan tanaman, sanksi hukuman mati juga bisa dikenakan pada kepemilikan sebanyak lebih dari 5 gram.
Sanksi yang lebih berat adalah hukuman mati bagi yang memproduksi atau menyalurkan narkotika golongan I lebih dari 1 kg atau lebih dari 5 batang pohon, atau 5 gram dalam bentuk bukan tanaman. Sanksinya paling berat untuk pelanggaran ini adalah hukuman mati.
Meski demikian, penjatuhan sanksi hukum bagi pengguna narkoba jenis apapun selalu menjadi kontroversi. Beberapa kalangan lebih memilih untuk memposisikan pengguna sebagai korban, sementara yang seharusnya dikriminalkan adalah bandar serta pengedarnya.
"Seharusnya sasaran target operasi BNN (Badan Narkotika Nasional) lebih ke jaringannya, mengurangi siklus demand-supply," Edo Agustian, Koordinator Sekretariat Nasional PKNI (Persaudaran Korban Napza Indonesia) saat dihubungi detikHealth, Selasa (29/1/2013).
Menangkap para pengguna apalagi dari kalangan selebritas dinilai Edo bagus untuk pencitraan, tetapi mencederai semangat dekriminalisasi pengguna narkoba. Padahal menurut Edo, Indonesia turut menyepakati konvensi Wina tahun 2009 untuk menggunakan pendekatan kesehatan dalam membina korban narkoba
0 komentar:
Post a Comment